Stoikisme adalah salah satu aliran filsafat Yunani kuno yang mengajarkan tentang ketenangan, pengendalian diri, dan kebijaksanaan dalam menghadapi segala bentuk tantangan hidup. Aliran ini berkembang pada abad ke-3 SM dan dikaitkan dengan tokoh-tokoh seperti Zeno dari Citium, Epictetus, dan Marcus Aurelius. Inti dari ajaran Stoikisme adalah kemampuan untuk menerima segala yang tidak dapat kita ubah dan fokus pada aspek kehidupan yang ada dalam kendali kita. Filosofi ini menekankan bahwa kebahagiaan dan ketenangan sejati tercapai melalui pengendalian diri, bukan melalui pengejaran harta atau kekuasaan.
Bagi para penganut Stoikisme, hidup yang baik adalah hidup yang selaras dengan alam dan menerima segala sesuatu apa adanya. Dengan memiliki sikap yang tegar dan tetap tenang di tengah situasi sulit, seorang Stoik tidak membiarkan dirinya dikuasai oleh emosi atau dorongan yang impulsif.
Prinsip-Prinsip Stoikisme
1. Dikotomi Kendali
Stoikisme mengajarkan bahwa terdapat dua hal dalam hidup: hal-hal yang ada di luar kendali kita (seperti opini orang lain, kejadian alam, atau hasil tertentu), dan hal-hal yang bisa kita kendalikan (seperti reaksi, pemikiran, dan sikap kita sendiri). Mengarahkan fokus pada apa yang bisa kita kendalikan adalah cara mencapai ketenangan batin.
2. Amor Fati
Amor Fati atau "mencintai takdir" adalah prinsip di mana seorang Stoik menerima semua peristiwa dalam hidup, baik atau buruk, sebagai bagian yang tak terhindarkan dari kehidupan. Menerima dan bahkan mencintai setiap situasi membuat kita bisa menghadapi hidup dengan lebih tegar.
3. Premeditatio Malorum
Ini adalah latihan membayangkan kemungkinan terburuk yang bisa terjadi dalam setiap situasi. Tujuannya adalah untuk mempersiapkan diri dan mengurangi rasa takut. Dengan memahami segala kemungkinan, kita bisa lebih siap dan tidak mudah kecewa.
4. Menjaga Pikiran yang Rasional
Stoikisme juga menekankan pentingnya berpikir secara rasional dan tidak membiarkan emosi menguasai diri. Pikiran yang tenang dan jernih dianggap mampu membawa seseorang pada keputusan yang bijaksana.
5. Memento Mori
Memento Mori berarti "ingatlah akan kematian." Para Stoik percaya bahwa dengan mengingat kematian, kita akan lebih menghargai setiap momen dan menjalani hidup dengan tujuan yang lebih bermakna.
DISINI
Tokoh Indonesia yang Mengamalkan Nilai Stoikisme
Di Indonesia, meskipun Stoikisme tidak dikenal sebagai aliran filsafat yang dianut secara formal, beberapa tokoh terkenal menunjukkan sifat-sifat atau prinsip yang selaras dengan ajaran Stoikisme. Berikut beberapa di antaranya:
1. Ki Hajar Dewantara
Pendiri pendidikan nasional Indonesia ini memiliki prinsip hidup yang teguh meskipun banyak menghadapi tantangan dan tekanan dari pemerintah kolonial Belanda. Dengan semboyan "Ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani," ia menginspirasi pendidikan dengan semangat menerima keadaan namun tetap fokus pada pembentukan karakter.
2. Gus Dur (Abdurrahman Wahid)
Presiden ke-4 Indonesia, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, adalah figur yang sering dipandang sebagai sosok yang berpikiran terbuka dan tenang menghadapi berbagai kontroversi. Seringkali, ia menghadapi kritik dan hambatan politik dengan bijak dan tidak membiarkan dirinya larut dalam konflik atau emosi. Sikap toleransi dan cintanya terhadap kemanusiaan mencerminkan filosofi Stoik yang menghargai perbedaan dan berpikiran rasional.
3. Soe Hok Gie
Soe Hok Gie, seorang aktivis dan penulis yang dikenal kritis terhadap pemerintahan yang tidak adil, memiliki gaya hidup yang sederhana dan berprinsip kuat. Melalui catatan hariannya, Gie mengajarkan pentingnya hidup sesuai prinsip yang diyakini, meskipun harus berhadapan dengan berbagai ketidakadilan. Sikap ini mirip dengan prinsip Amor Fati dalam Stoikisme.
4. Buya Hamka
Buya Hamka adalah seorang ulama, sastrawan, dan pemikir yang juga menjalani kehidupan dengan sikap tenang dan tidak mudah terpengaruh emosi, meski sempat difitnah dan dipenjara di masa Orde Lama. Ia tetap mengajarkan toleransi dan kedamaian. Ketegaran dan sikap menerima segala cobaan dalam hidup menunjukkan bahwa ia menjalankan prinsip Stoik dalam kehidupannya.
5. B.J. Habibie
Sebagai tokoh yang penuh disiplin dan dedikasi terhadap ilmu pengetahuan, Presiden ke-3 Indonesia ini menunjukkan sikap tegar dan fokus pada apa yang dapat ia kontrol. Kehilangan istri tercintanya, Ainun Habibie, adalah salah satu cobaan terbesar dalam hidupnya. Namun, beliau tetap menjalani hidup dengan ketenangan dan rasa syukur yang mendalam.
Mengapa Stoikisme Masih Relevan?
Dalam kehidupan modern yang sering penuh tekanan, Stoikisme menawarkan pendekatan yang relevan. Di tengah gaya hidup yang serba cepat dan penuh tantangan, banyak orang menemukan inspirasi dalam filosofi ini. Latihan mental yang dihadirkan Stoikisme seperti Premeditatio Malorum, Amor Fati, dan Memento Mori membantu seseorang untuk tetap fokus pada hal-hal yang penting dan tidak dikuasai emosi.
Bagi generasi milenial dan Gen Z yang kerap kali dihadapkan pada tantangan hidup yang berat, Stoikisme menjadi inspirasi untuk menjalani hidup dengan lebih kuat dan penuh penerimaan. Mereka yang mengadopsi filosofi ini biasanya merasakan ketenangan, terhindar dari stress berlebih, dan mampu lebih bersyukur.
Kesimpulan
Stoikisme adalah filosofi hidup yang mengajarkan pentingnya ketenangan dan kebijaksanaan dalam menghadapi hidup. Filosofi ini tidak hanya relevan di dunia Barat, tetapi juga memiliki kesamaan dengan nilai-nilai yang dipegang oleh tokoh-tokoh terkenal Indonesia. Dengan memahami prinsip-prinsip Stoikisme, kita bisa menjalani hidup yang lebih berarti dan seimbang di tengah berbagai dinamika kehidupan.